Selasa, 25 Desember 2012

lanjutan "begining of dreams"
#3#
SMA Bhakti Nusantara masih terlihat sepi, hanya ada beberapa murid yang datang lebih awal untuk menyalin tugas temannya. Ada juga yang hanya melamun di taman sekolah, seperti Dira. Saat ini pikirannya sedang kacau, walaupun tidak percaya dengan mimpi itu tetapi kata – kata Inne selalu terngiang di telinganya.
“Hari ini nggak ada PR kan Ra ?” Kedatangan Ami yang tiba – tiba membuyarkan lamunan Dira.
“Ng .. nggak ada kok. Ami, ngagetin aja deh.”
“Ya lo sih, pagi – pagi gini udah ngelamun, pantes aja banyak ayam yang mati.”
Ami mencoba menghibur Dira karena dia tau kalau Dira sedang memiliki masalah tetapi tidak ingin membicarakan masalahnya dengannya.
“Mi, ke kelas yuk. Udah bel tuh. Pelajaran pertama matematika loh.” Ajak Dira
“Iya bener. Ayo deh.” Ami dan Dira segera menuju kelas.
Pak Yohan adalah guru matematika tertegas yang ada di SMA Bhakti Husada, tidak ada yang berani masuk telat saat pelajaran dia apalagi sampai bolos. Untung saja Ami dan Dira datang sebelum Pak Yohan tiba dikelas.
“Cape juga ya lari – larian.” Kata Dira sambil memegang perutnya yang agak sakit akibat berlari tadi.
“Gak apa – apa, asal nggak dihukum sama Pak Yohan.”
Dira tidak menyadari kalau sedari tadi Ardi yang duduk tepat dibelakangnya sedang memperhatikannya.
“Pagi anak – anak.” Tiba – tiba Pak Yohan sudah di depan pintu
“Pagi pak.”
“Sekarang buka buku catatan kalian karena hari ini bapak akan menjelaskan sedikit tentang Logaritma ”
Sebenarnya Pak Yohan adalah guru yang baik, hanya saja ketegasannya membuat siswa menjadi takut, belum lagi dia memegang lulusan Universitas terbaik di Indonesia.
Latihan - latihan soal yang ia berikan pun sangat sulit karena ia tidak bergantung pada buku, maka tidak jarang dari tahun ke tahun setiap ulangan umum maupun harian muridnya mendapatkan nilai nol.
“Apakah ada yang ditanyakan ?” Kata Pak Yohan setelah menjelaskan.
Semua murid terdiam, suasana sangat hening. Mereka hanya berdo’a semoga kali ini bukan mereka yang mendapat giliran menjawab soal dari Pak Yohan karena setiap pertemuan pasti ada saja soal yang diberikan olehnya.
“Ok, kalau begitu saya yang akan bertanya.” Kata Pak Yohan kemudian.
Benar ternyata Pak Yohan telah menyiapkan beberapa soal untuk mereka, dan sudah mulai menulisnya di papan tulis. Beberapa murid terlihat tenang tetapi sebagian besar dari mereka sangat risau. Setelah menulis soal Pak Yohan mulai mencari murid yang akan mengerjakan soalnya itu.
“Siapa yang bisa mengerjakan soal ini.” Tanya Pak Yohan kepada semua murid yang kini menatapnya dengan tatapan seperti melihat hantu. Pak Yohan hanya tersenyum melihat murid – muridnya itu. Ada – ada saja mereka, soal semudah ini kok ditakuti !
“Saya Pak.” Seseorang yang sangat pemberani dan pintar tentunya, telah berbicara dengan sangat lantang sambil mengangkat tangan kanannya. Seluruh murid dikelas tersebut pun menatap kearahnya dengan penuh kekaguman.
“Ya, kamu silahkan. Siapa nama kamu ?” Pak Yohan mengernyitkan dahinya seperti sedang mencoba mengingat seseorang.
“Dira Pak.” Jawab Dira yang sudah ada didepan kelas. Ups, ternyata Dira sangat berani dan mungkin cukup pintar jika dia bisa mengerjakan soal dari Pak Yohan kali ini.
“Silahkan Dira.” Pak Yohan menyerahkan spidol hitam kepada Dira dan Dira mulai mengerjakannya.
Tak butuh waktu lama bagi Dira untuk mengerjakan soal yang di berikan oleh Pak Yohan. Ya Dira menyelesaikannya kurang dari tiga menit. Waw ! Semua anak tak menyangka, ternyata dibalik kekonyolannya Dira adalah anak yang cerdas. Ardi pun berpikiran seperti itu. Dia tidak menyangka orang yang selama ini dia anggap manja dan nyebelin ternyata mempunyai kemampuan yang sangat luar biasa. Tidak sampai disitu Dira menunjukkan kemampuannya, setelah pelajaran matematika yaitu biologi. Dira pun dapat menjawab semua pertanyaan yang diajukan oleh guru biologi.
*****
Wah Ra, lo pintar banget. Nggak nyangka gue.” Puji Ami ketika sedang makan dikantin.
Dira heran mengapa Ami tidak henti – hentinya memuji dirinya padahal menurutnya kejadian tadi adalah hal yang wajar.
“Biasa aja Mi, lo juga bisa kok kalau mau belajar.”
“Tapi sebelumnya tuh nggak ada yang bisa Ra. Itu soal susah banget. Eh apa jangan – jangan Pak Yohan udah pernah ngasih soal tadi waktu lo masih di X.1 ?”
“Oh jadi lo nggak percaya kalau tadi itu gue murni mikir sendiri ?” Dira mulai emosi karena dianggap mencontek.
“Nggak gitu juga sih. Maaf deh Ra, jangan marah ya. Gue percaya kok kalau sahabat gue ini memang pintar banget.” Ami mencoba membujuk Dira.
“Hahahaha kena deh, siapa juga yang marah sama lo. Itu sih hak lo mau percaya atau nggak. Tapi yang pasti Pak Yohan belum pernah masuk ke kelas gue soalnya minggu pertama anaknya sakit, minggu kedua orangtuanya meninggal, minggu ketiga sama keempat nggak tau deh.”
“Hei Ra, gimana dikelas barunya ? nyaman nggak ?” Tiba – tiba Inne datang dan langsung duduk disebelah Dira.
“Alhamdulillah Ne betah. Dikelas sepi ya nggak ada gue yang biasanya rame ?” Penyakit percaya diri Dira kambuh lagi.
“Yey, PD banget lo Ra. Eh tapi emang iya sih. Nggak rame Ra, apalagi sekarang si bule itu udah mulai nguasain kelas.” Ucap Inne sambil melihat sekeliling, ia takut tiba – tiba Laura datang dan menjambak rambutnya ( kayak di sinetron – sinetron ). Seolah bisa membaca pikiran Inne, Dira berbicara.
“Tenang aja Ra, nggak ada Laura kok. Lagian dia mana mau jajan ditempat kayak gini. Pastilah orang itu mah jajannya di mal, di cafe, dan tempat – tempat yang cuma ngejual junk food. Ya lo sabar aja Ne, orang kayak dia nggak akan bertahan lama disini, paling juga bentar lagi balik ke tempat asalnya. ”
“Kemana Ra ?” Tanya Inne penasaran.
“Ke neraka jahannam. Hahaha.” Dira dan Inne tertawa puas, sementara Ami yang daritadi diam hanya tersenyum.
“Ehem.” Ami pun mulai berdehem karena ia tidak mau dianggap tidak ada. “Eh sorry Mi, kalau udah ketemu Inne, gue pasti lupa apapun. Biasa Inne tuh bigos banget. Mi, ini Inne sahabat gue juga.”
“Inne.” Sambil mengulurkan tangannya.
“Ami.” Menyambut uluran tanga Inne dengan senyuman.
“Nah, karena kalian sahabat gue. Kalian juga harus bersahabat ya, biar nanti kalau kita galau, kita bisa curhat bareng – bareng. Hhm, kita juga bisa hangout bareng, bisa jalan bareng, bisa kemana – mana bareng, bisa ..”
“Diraaaaaa !” Ami dan Inne teriak bersamaan karena males mendengarkan ocehan Dira yang nggak penting itu.
“Hhehe iya deh sahabat – sahabat gue, maaf ya. Gue kelewat seneng sih.” Ucap Dira sambil nyengir nggak jelas.
“Dasar lo, emang nggak pernah sembuh penyakit cerewet lo. Eh gue masuk dulu ya, pelajaran Pak Yohan nih, kata anak – anak gurunya galak banget.” Kata Inne sambil bersiap pergi.
“Emang !” Jawab Dira dan Ami serentak.
Mereka pun tertawa bersama dan Inne segera menuju kelasnya. Setelah selesai menghabiskan makanan mereka, Dira dan Inne pun kembali ke kelasnya. Sekarang pelajaran fisika, ya walaupun gurunya nggak segalak Pak Yohan tapi Pak Dikdik cukup tegas dalam mendidik muridnya karena ia ingin semua muridnya tidak menganggap fisika itu sulit.
“Teman – teman, hari ini Pak Dikdik tidak masuk karena ada tugas keluar kota. Beliau memberikan tugas dan hari ini harus dikumpulkan.” Suara sang ketua kelas terdengar jelas dan sekretaris kelas pun langsung menulis soal yang diberikan oleh Pak Dikdik di papan tulis.
“Ra, soalnya susah ya. Jadi males gue ngerjainnya. Nggak usah dikerjain aja yuk.” Ami mencoba menghasut Dira, tetapi Dira hanya diam dan mengutak – atik soal tersebut. Karena bosen dengan Dira, Ami pun pergi mencari teman yang sependapat dengannya.
*****
Satu jam pelajaran Pak Dikdik sudah hampir habis dan Ami sudah berhasil menghasut sebagian anak – anak kelas.
“Ra, gimana sih ? ajarin gue dong.” Pinta Ikhsan yang duduk tepat dibelakang Dira.
“Semuanya San ? Nih liat aja yang gue.” Dira memberikan buku tugasnya kepada Ikhsan. “Fuihh, untunglah Ardi nggak ada ditempatnya, jadi hati gue nggak perlu cenat – cenut nggak jelas.” Ucap Dira dalam hati.
“San, gue dan sebagian anak – anak udah sepakat kalau ..” Suara Ami tiba – tiba berhenti ketika ia melihat Ikhsan sedang menyalin jawaban seseorang.
“Lo nyontek ke siapa San ?”
“Ke teman sebangku lo dodol.” Ikhsan menunjuk Dira dengan dagunya. Inne pun menatap Dira.
“Ternyata Dira pantang menyerah dan mau berusaha, bodoh banget gue selama ini mikir kayak gini.” Ucap Ami dalam hati.
“Eh, ngapain lo di kursi gue, minggir sana.” Suara Ardi membuyarkan lamunan Ami. “Iya, biasa aja dong.” Ami langsung kembali ke tempat duduknya.
Ardi heran karena Ikhsan sudah mengerjakan tugas fisika itu dengan jawaban yang cukup menyakinkan.
“Lo udah selesai bro ?” Tanya Ardi sambil mengambil buku tugas milik Ikhsan. “Udah dong, hebat kan gue ?” Ikhsan mengangkat kerahnya bajunya dengan rasa percaya diri.
“Tapi gue kok gue kurang yakin ya kalau ini lo yang ngerjain. Ah pasti lo nyontek kan ? Kesiapa sih ?” Ardi semakin penasaran.
“Hahaha yaialah Di, ini tuh Dira yang ngerjain.”
“Masa sih ? Coba buktiin.” Ardi menyuruh Ikhsan agar Dira bisa menjelaskan jawaban itu kepadanya.
“Ra, gue nggak ngerti nih jelasin dong.” Kata Ikhsan.
“Sabar dong, gue juga nggak ngerti tauk !” Seketika Ami menengok kebelakang.
“Bentar ya San, gue ngajarin Ami dulu nih.” Jawab Dira.
Ardi hanya diam dan menatap punggung Dira, dia masih tidak percaya bahwa Dira yang ada dihadapannya saat ini adalah Dira yang sering melakukan hal – hal konyol. Setelah menjelaskan kepada Ami dan teman – temannya, Dira menghadap kebelakang dan matanya bertabrakan dengan Ardi. Oh no! jantung Dira berdetak begitu cepat dan Dira mulai susah untuk bernafas.
“Ra, cepet dong ajarin gue.” Suara Ikhsan menghentikan semua adegan ini.
“Iya, San. Nih yang nomor satu caranya gini.” Dira menjelaskan panjang lebar kepada Ikhsan.
Selama Dira menjelaskan, Ardi juga ikut mendengarkan tetapi tidak terlalu jelas karena fikiran Ardi sedang kacau sekarang.
“Kalau di lihat – lihat Dira tuh manis juga ya.” Batin Ardi sambil terus memperhatikan wajah Dira.
Seakan bisa mendengarkan isi hati Ardi, Dira pun segera bangkit dari tempat duduknya.
“Udah ya San, ntar lagi. Gue mau ke kamar mandi dulu.” Dira pun meninggalkan Ikhsan yang masih sibuk dengan soal itu.
Dira tidak pernah bermaksud untuk sombong atau ingin semua orang tau kalau dia bisa, tetapi dia hanya ingin mewujudkan cita – citanya menjadi dokter spesialis yang bisa membantu orang – orang yang kurang mampu. Maka dari itu dia harus bisa selalu berprestasi.
#4#
Dira sedang duduk di koridor depan kelas, tiba – tiba ada anak kecil datang dan meminta satu novel yang ada di tangannya, walaupun saat itu Dira sedang memegang tiga novel tetapi dia tidak rela jika salah satu novelnya ia berikan kepada anak tersebut. Karena Dira tidak juga memberikan novelnya, anak kecil itupun mengambil novel tersebut dengan cara paksa.
“Eh balikin novel gue dong.” Dira terus berlari mengejar anak kecil tersebut ke dalam kelasnya sambil berteriak.
Anak kecil itu terus meledek Dira sambil menjulurkan lidahnya, tetapi tidak berapa lama kemudian dia berhenti dan memberikan novel tersebut kepada seorang lelaki yang kini ada dihadapannya. Setelah mengambil novel tersebut, lelaki itupun berjalan keluar kelas tetapi Dira memanggilnya dan meminta novel itu.
“Hei, itu novel gue. Balikin dong.” Pinta Dira kepada lelaki tersebut.
Lelaki itu berbalik badan dan menghampiri Dira. OMG, lelaki itu adalah Ardi ! Dira tidak menyadarinya karena memang dia hanya memikirkan novelnya.
“Kamu mau ini?” Tanya Ardi sambil menunjukkan novel itu ke depan wajah Dira.
“Iya itu novel gue, cepet balikin.” Kemarahan Dira sudah memuncak.
“Kenapa sih kamu selalu sinis sama aku?” Tiba – tiba saja Ardi bertanya seperti itu seakan dia menyerah dan dia berharap Dira memperbaiki sikapnya itu.
Dira hanya bisa terdiam
“Ra,Ra, bangun. Udah jam 5. Jangan sampe kamu telat sayang.” Ucap Mamah sambil mengetuk pintu kamar Dira.
“Iya mah, ini Dira mau mandi.”
“Syukurlah cuma mimpi. Eh tapi gue kok mimpiin dia lagi sih? Ah baru dua kali, bodo amat deh.” Kata Dira sambil menuju kamar mandi.
*****
Hari ini Dira mendapat giliran duduk dibelakang, ia paling males kalo udah duduk dibelakang karena selain ngantuk juga kadang suara guru nggak kedengeran sama sekali. Dira terus saja memikirkan mimpinya semalam, semakin hari sikap Ardi juga semakin aneh terhadapnya, seperti pagi ini. Saat ia baru saja tiba di kelas, Ardi sudah menyakan tugas padanya. Padahal sebelumnya Ardi nggak pernah bersikap seperti ini.
“Ra, gue liat tugas matematika dong.” Ucap Ardi
“hah? Hemm, tugas ya? Sebentar.” Jawab Dira dengan gugup.
“aduhh, gue kenapa sih? Kok diliatin Ardi aja langsung speechless!” Kata Dira dalam hati.
“Ra? Kok bengong sih? Cepetan, nanti keburu bel.”
“Iya, bawel banget sih. Ini bukunya, awas jangan di corat – coret, jangan kotor, jangn sobek, jangan…”
“Iya bawel!” Ardi langsung mengambil buku yang ada ditangan Dira dan langsung duduk disebelah Dira untuk mengerjakan tugasnya.
“Eh minggir dong, gue mau duduk nih.” Tiba – tiba Ami datang dan segera mengusir Ardi dari tempat duduknya.
“iya bentar lagi, lo duduk ditempat gue dulu deh.” Jawab Ardi
“Ah rese lo, emang lo fikir cuma lo yang boleh nyontek ke Dira? Gue juga belum ngerjain tugas!” Ami semakin marah.
“Udahlah Mi, jangan marah – marah, kan masih pagi. Mending lo duduk ditempat gue dulu aja deh ya, biar gue yang duduk ditempatnya Ardi.” Ucap Dira
“Lo sih datengnya telat mulu, makanya kalo mau nyontek datengnya pagi!” Cetus Ardi.
Ami tidak menghiraukan perkataan Ardi dan langsung duduk ditempat Dira. Tidak berapa lama kemudian, bel masuk pun berbunyi. Dan pelajaran petama yaitu Bahasa Jepang.
“Ohayou gozaimasu” Ucap Bu Sri dengan bahasa jepang tetapi logat jawa.
“Ohayou gozaimasu” Seisi kelas menjawab sapaan Bu Sri, walaupun tidak semuanya tau apa artinya itu.
“Ok anak – anak, kita masuk ke pelajaran pertama yaitu perkenalan. Dalam bahasa Jepang perkenalan yaitu hajimemashite. Karena kalian belum punya bukunya, sekarang tulis dulu aja ya.” Jelas Bu Sri.
Bu Sri mulai menulis, karena tulisannya kecil – kecil dan kurang jelas, sebagian siswa yang duduk dibelakang maju kedepan. Tapi kenapa Ardi malah pindah duduk kebelakang? Ups, disamping Dira! Ya tepat disamping Dira.
“Kenapa sih ni orang aneh banget? Jelas – jelas duduk ditempat dia lebih jelas tulisannya.” Ucap Dira dalam hati. Seakan bisa mendengan suara hati Dira, Ami pun membentak Ardi
“Eh Di lo ngapain sih pindah kesini? Dari tempat lo kan lebih jelas tulisannya!”
Ardi diam saja dan tetap menulis. Dira mulai merasakan perasaan itu lagi, perasaan yang harusnya tidak boleh terjadi. Karena merasa tidak tahan dengan degup jantungnya yang terus berdetak dengan cepat, maka Dira memutuskan untuk pindah kedepan.
Akhirnya bel istirahat berbunyi, Dira yang dari tadi sudah menahan haus pun berniat mengajak Ami ke kantin. Tapi saat Dira berbalik, ternyata Ardi masih berada di kursinya. Dira mengurungkan niatnya untuk mengajak Ami.
“Ah kenapa sih tu orang diem mulu di kursi gue?” oceh Dira ketika ia sampai di kantin.
“Hi, sendirian aja. Nggak ngajak – ngajak gue ke kantin. Dari tadi tuh gue nyariin lo tau!” Ami mulai marah karena merasa ditinggalin sahabatnya.
“gue males mi kalau terus – terusan deket Ardi.”
“Eh tapi ra, kalau menurut gue, kayaknya Ardi suka deh sama lo.” Tebak Ami
“Ah nggak mungkin banget. Dia tuh seleranya tinggi. Lo tau kan dia suka sama Lia anak kelas X3? Lia tuh cantik banget, beda sama gue.” Jawab Dira
Yah.. memang tampang Dira bisa di bilang pas – pasan, dulu sih waktu SD dan SMP masih tergolong cantik, tapi sekarang? Hm, tetep cantik sih, cuma agak berkurang sedikit, sedikit doang kok.
“atau jangan – jangan lo yang suka sama dia?” kata Ami
“hah? Gue suka sama Ardi? Impossible! Lo tau kan selera gue gimana?”
“Rio? OMG! Lo masih berharap sama cowok itu?”
Dira cuma bisa menggeleng. Rio cinta pertama Dira, cowok manis, berhidung mancung, berkulit putih, dan senyum yang luar biasa mengagumkan. Makanya nggak heran kalau sampai sekarang Dira masih mengharapkannya. Dulu Rio sering banget menghubungi Dira, tapi semenjak tetangganya yang juga menyukai Rio dan berusaha menjauhkan Rio dari dira, Rio jadi nggak pernah menghubungi dira lagi.
“nggak taulah, itu masa lalu.” jawab dira lemes
“nah makanya lo harus dapet yang lebih baik dari Rio, lo harus buktiin ke dia kalau lo nggak butuh dia, lo pasti bisa dapet yang lebih dari dia.” Ami berusaha memberikan semangat kepada sahabatnya.
“jadi menurut lo ardi itu lebih baik daripada Rio?” Tanya dira
“ya nggak juga sih hehehe” jawab ami sambil cengengesan
“hahaha makanya nggak usah sok bijak.”
Bel masuk berbunyi dan mereka segera kembali ke kelas.
“mi, besok gue nggak masuk ya.” Kata Dira ketika berjalan menuju kelas
“emang lo mau kemana?”
“ada acara keluarga di puncak.”
“ohh.. jangan lupa oleh – olehnya yah”
“ah elu makanan mulu dipikirin.”
“hehehe”
bersambung....